Bunga itu Riba
Oleh: Ahmad Ifham Sholihin

Akad pembungaan uang merupakan aktivitas yang dihukumi beda oleh berbagai kalangan. Ada yang bilang itu riba, ada yang bilang itu bukan riba.

Mari kita cermati logikanya.

“Riba utang terjadi ketika ada (1) utang/pinjaman; (2) bersyarat; (3) aliran manfaat baik kuantitas maupun kualitas; (4) pemberi pinjaman [kreditur].”

Itu terjemah dari

واما القرض بشرط جر نفع لمقرض

Saya kutip ini dari kitab klasik I’anah ath Thalibin, juz 3 h. 53.

Saya nemu definisi yang sama di berbagai kitab kontemporer, misalnya al-Riba wa al-Mu’amalat al-Mashrifiyyah, juga di kitab al-Manfa’ah fi al-Qardh.

Nah…

Satu saja dari 4 hal tersebut tidak terpenuhi, maka jangan sebut itu riba utang/pinjaman.

Misalnya, akad jual beli bersyarat untung bagi penjual, ini bukan riba. Contoh lain, Rasulullah SAW pernah utang harta kemudian Rasulullah SAW mengembalikan (bayar utang) tersebut dengan harta yang lebih baik/banyak, ini ada di Shahih Muslim. Tapi kelebihan bayar yang dilakukan oleh Rasulullah SAW tersebut tidak dipersyaratkan atau dijanjikan sebelumnya.

Ketika 4 hal penyusun definisi riba tersebut terpenuhi, maka akad tersebut sah disebut riba.

Berdasar rumus definisi riba utang tersebut (yakni utang bersyarat aliran manfaat bagi pemberi pinjaman/utangan), berarti:

Produk Kredit Bank Konven:

(1) Kredit (pinjaman) kepada nasabah (2) bersyarat (3) bunga yang (4) diakui sebagai pendapatan bank, ini sah disebut akad riba utang.

Produk Simpanan Bank Konven:

(1) Simpanan (pemberian pinjaman dari nasabah kepada bank); (2) berjanji (bersyarat); (3) bunga; (4) kepada nasabah (pemberi pinjaman kepada bank), ini sah disebut akad riba utang.

Kalau simpanan (saldo) nasabah di bank konven tanpa ambil bunga, maka sama saja nasabah berposisi sebagai pejuang riba sejati tanpa pamrih, karena nasabah tidak mau ada pamrih berupa bunga, dan menyerahkan semya bunganya kepada pegawai bank riba dalam rangka pesta riba.

Produk Jasa Bank Konven:

Bank konven jualan fasilitas atau jasa kepada nasabah, ini akad jual beli jasa/fasilitas. Jual beli jasa/fasilitas ini diakui semua sebagai pendapatan bank konven dalam rangka melestarikan pesta riba di sisi kredit dan simpanan.

Ada yang bilang, pembungaan uang itu masuk akal karena adanya inflasi ataupun penurunan nilai uang. Jika logika ini benar, maka makhluk bernama riba telah mati dan tidak ada lagi, karena kredit/pinjaman bersyarat bunga dengan jenis/skema apapun dan berapapun penambahannya akan dianggap halal karena adanya inflasi? Berarti ayat ayat pelarangan riba tidak perlu ada lagi karena akan riba jenis apapun akan dianggap halal karena alasan inflasi? Saya kira ini logika yang fatal.

Padahal, Al Quran Surat Al Baqarah 278 – 279 merumuskan bahwa hak kreditur (pemberi pinjaman) adalah pokok harta kredit/pinjaman/simpanan-nya, di luar pokok harta tersebut (yang disyaratkan untuk diberikan kepada kreditur), adalah riba.

Ayat tersebut menggunakan diksi ru’uusu amwaalikum atau ra’sul maal yang ini jelas bahwa pembungaan uang yang dimaksud dalam rangka keperluan produktif. Jadi, pembungaan uang untuk keperluan produktif itu riba, dan pembungaan uang untuk keperluan konsumtif juga riba.

By the way, sebagian ulama menyatakan bahwa pembungaan uang di lembaga keuangan konven adalah riba nasiah karena terjadi penyerahan uang kepada pihak lain, karena pihak lain tidak menyerahkan kembali saat itu juga (ada waktu penundaan pengembaliannya) dan mensyaratkan ada kelebihan dalam pengembaliannya (berupa bunga).

Kesimpulan: (1) Pembungaan uang di sisi kredit atau simpanan di bank konven adalah riba. (2) Transaksi jasa di bank konven adalah pelestari pesta riba. (3) Punya saldo di bank konven tanpa ambil bunga adalah pejuang riba sejati tanpa pamrih. Solusi, Ayo Ke Bank Syariah saja. Saya tidak punya rekening konven jenis apapun, nyatanya bisa.

Wallaahu a’lam

Join WAG Ngaji Muamalah, klik: WAG Ngaji Muamalah


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *