Tanya:

“Bank Syariah itu apa sih?”

Jawab:

Bank Syariah adalah bank yang ambil untungnya pakai akad bisnis. Bisnis disebut sah jika memenuhi semua unsur dalam bisnis yang logis, yakni ada pelaku, objek, dan ijab kabul.

Hal yang harus ada dalam transaksi ini disebut rukun akad. Setiap rukun akad harus memenuhi syarat sahnya rukun akad. Misalnya, objek akad itu objeknya harus beneran ada, sah, dan dapat diserahkan sesuai spesifikasi yang disepakati.

Bisnis dibagi menjadi 2, yakni jual beli dan kongsi. Keduanya memiliki sifat transaksi dan instrumen yang berbeda, tidak bisa disamakan satu dengan yang lainnya.

Pada jual beli, terjadi pertukaran sesuatu dengan sesuatu atau harta dengan harta. Harta, itu bisa berupa barang, hak, fasilitas, jasa, uang. Kemungkinan objek pertukaran dalam jual beli misalnya barang dengan barang, barang dengan fasilitas, barang dengan jasa, barang dengan uang, fasilitas dengan fasilitas, fasilitas dengan jasa, fasilitas dengan uang, uang dengan hak, uang dengan uang (sharf), dan lain-lain.

Pada jual beli uang (sharf) ada aturan khusus. Jika uangnya sejenis, maka harus senilai dan tunai. Jika beda jenis, maka boleh tidak senilai, tetapi harus tunai. Tunai dalam sharf itu penyerahan uangnya maksimal 2 hari atau 2 x 24 jam. Lihat Fatwa DSN MUI No. 28 tentang Jual Beli Mata Uang.

Bisnis itu sah jika ada pelaku, objek, dan ijab kabul. Objek bisnis itu bisa berupa barang, hak, fasilitas, jasa, keahlian, uang, dll. Ijab kabul bisa tertulis, lisan, perbuatan, isyarat.

Kalau syarat jual beli itu misalnya pelakunya manusia atau yang merepresentasikan manusia, cakap hukum (jika akad legal), objek jual belinya harus ada atau bisa dihadirkan jika pesanan, ijab kabulnya harus sah sesuai kebiasaan/adat/urf (isyarat, perbuatan, lisan, sampai kontrak legal tertulis).

Sedangkan unsur yang harus ada pada akad kongsi adalah pemodal, pengusaha, usaha, nisbah (kesepakatan bagi hasil usaha), dan ijab kabul (lisan, tulisan, isyarat, perbuatan).

Pada akad kongsi terjadi percampuran (sesuatu atau harta), yakni percampuran antara modal usaha, pengusaha, dan usaha yang dijalankan. Dalam kongsi itu wajar terjadi gharar (ketidakpastian/ketidakjelasan) atas imbal hasil usaha oleh karena ada potensi untung, rugi, atau impas. Jadi, perlu atau bahkan harus ada proyeksi hasil usaha atau keuntungan. Selain akad jual beli dan kongsi sebagai akad inti, ada akad pelengkap atas akad inti yang biasanya digunakan pada skema multiakad halal. Contoh akad pelengkap: utang atau pinjaman atau talangan, jual beli, hibah, kuasa/wakil, dan lain-lain, tergantung posisinya masing-masing dalam akad.

Bank Syariah adalah bank yang ambil untung pakai akad dagang yang sah.

Ternyata akad-akad di Bank Syariah nggak harus dipahami dengan Bahasa Arab. Bahasa/istilah Arab kan hanya nama lainnya saja. Versi istilah dalam Bahasa Indonesia-nya pun akad Bank Syariah itu berbeda dengan akad Bank Konven.

Pada produk simpanan dan kreditnya, Bank Konven nggak kenal akad bisnis. Akad di Bank Konven adalah simpanan berjanji bunga, kredit/pinjaman bersyarat bunga. Jika Bank Konven bersedia memakai akad-akad yang digunakan Bank Syariah, maka ia berubah menjadi bank halal. Keren nih jika Bank Konven mau/berani. Katanya cuma ganti istilah? Hehe.

Risiko Paham Bank Syariah

Bank Syariah itu ternyata isinya adalah ilmu yang luar biasa di bidang bisnis dan nonbisnis menurut Syariah Islam.

Risiko memahami Bank Syariah adalah paham fikih muamalah, karena hampir semua bahasan dalam fikih muamalah itu diterapkan di Bank Syariah. Itu sih jika kita beneran mau memahami Bank Syariah dari sisi fikih, konsep sampai dengan praktik.

Cocokkan fikih yang harus dipahami di Bank Syariah dengan fikih di kitab klasik sampai kontemporer. Ada bahasan harta, hak, kepemilikan, manfaat, utang/tagihan/kewajiban, akad, akad sah, akad rusak/batal, akad tunggal, akad tersusun, jual beli, jual beli tegaskan untung, jual beli pesanan, jual beli uang, investasi, kongsi usaha, jual beli fasilitas/jasa, agunan, perwakilan, penjaminan, pinjaman, utang, titipan, kerugian, riba, bangkrut, perdamaian, waris, komisi, denda, ganti rugi, uang muka, spekulasi, ketidakjelasan, penipuan, kaidah fikih, ushul fikih, dan sebagainya.

Itu versi Bahasa Indonesia-nya. Kalau versi Bahasa Arabnya ada amwal, huquq, milkiyyah, manafi’, duyun, aqd, khiyar, uqud maliyah murakkabah, bay’, murabahah, ijarah, salam, istishna, syirkah, mudharabah, qiradh, wakalah, kafalah, hawalah, ariyah, qardh, wadi’ah, ju’alah, shulh, rahn, ta’zir, ta’widh, taflis, sharf, mawaris, gharar, ihtikar, bay’ najasy’, maysir, tadlis, ghabn fakhisy, zhulm, ma’shiat, riba, zakah, waqf, ushul fiqh, qawaid fiqhiyyah, dan sebagainya. Di luar bahasan tersebut, ada banyak kontrak kontemporer yang tidak ditemukan di masa lalu, misalnya sewa berakhir lanjut milik (ijarah muntahiyah bit tamlik), kongsi berkurang bersama sewa (musyarakah mutanaqishah), murabahah bil wakalah (jual beli tegaskan untung dengan ada kuasa beli dan kuasa jual), dan berbagai kontrak tersusun lainnya.

Kesimpulan: Bank Syariah adalah bank yang ambil untungnya pakai akad bisnis yang masuk akal (jual beli dan kongsi). Ayo Ke Bank Syariah | #iLoveiB

Sumber: Buku 99 Tanya Jawab Bank Syariah halaman 2-5


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *