Bermula ketika di salah satu forum ujian haflah akhir sanah sekaligus khataman Al-Quran di salah satu TPQ (Taman Pendidikan Al-Quran), ada seorang Ustadz yang menyalahkan tajwidnya orang adzan.

Ustadz tersebut menyatakan pada siswa (dan hadirin), kurang lebih bahwa adzan yang tajwidnya salah, berarti salah juga, tidak boleh dilakukan.

Beliau mencontohkan pengucapan adzan yang dilakukan oleh orang luar negeri, yakni “ashshalaatu khairun(m) minannaum”, beliau menyatakan kata “naum” harusnya dibaca “mad lien” (dibaca panjang), tapi ternyata dibaca pendek (tanpa mad) oleh muadzdzin tersebut.

Saya jadi berpikir untuk mengomentari. Tapi, mengomentari di tempat saat itu kan tidak elok, akhirnya lewat tulisan saja untuk dibaca siapapun, dan nama Ustadznya tidak disebutkan.

Menurut Guru qiraat saya di IIQ (Institut Ilmu Al-Quran) Jakarta, bacaan adzan itu terbebas dari tajwid, boleh tidak ikut kaidah baku dalam ilmu tajwid atau qiraat.

Oiya, saya belajar qiraat sab’ah nazham syathibiyyah atau qiraat asyrah memang baru kulit kulitnya saja. Lha baru di S2 dan S3 IIQ, kalau istri saya di S1 dan S2 IIQ. Kata guru saya/kami, belajar qiraat itu kalau mau maksimal ya paling tidak 14 tahun sebagaimana Almaghfurlah Kyai Arwani Amin (Kudus) ketika belajar qiraat.

Tapi kalau kaidah tajwid pada adzan (selain Al-Quran) memang demikian adanya, tidak kena kaidah tajwid. Artinya, mau panjang, mau pendek, mau ghunnah, mau bukan, itu sah, boleh, atau bahasa Syariatnya adalah halal. Selebihnya, itu urusan keindahan aja, urusan enak atau tidak enaknya didengar.

Kalau mau konsisten ikut kaidah tajwid, maka rasanya akan menjadi unik aja. Unik ya. Bukan benar atau salah.

Misalnya “Allaahu akbar Allaahu akbar”. Bacaan “la” pada kata “Allahu” itu harusnya mad thabi’i, kalau versi Imam Hafsh dan Imam lainnya, maka mad thabi’i itu panjangnya cukup 2 harakat (bacaan kita umumnya di Indonesia merujuk Imam Hafsh ‘an ‘Aashim). Dua harakat itu dua huruf kalau diketik dalam bahasa Indonesia.

Misalnya “Allaahu akbar Allaahu akbar”.

Padahal kita sudah sangat terbiasa mendengar adzan bunyinya misalnya “Allaahu akbar Allaaaaaaaaaaaahu Akbar” atau “Allaaaaaahu akbar Allaaaaaaaahu akbar”. Ini salah semua kalau ditinjau dari sisi tajwid.

Tentu saja, nyatanya itu bukan salah.

Begitu juga ketika ada bacaan adzan subuh, “ashshalaaaaaatu khairummmm-minannnnnaum.” Kata “naum” dibaca pendek, bukan mad, maka ini sah, boleh, halal.

Wallahu a’lam

Oleh: Ahmad Ifham Sholihin

Categories: 5. Lainnya

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *