Boleh Haram, Jika Terpaksa
Oleh: Ahmad Ifham Sholihin
“Al-Quran merumuskan bahwa boleh melakukan yang haram, jika dalam kondisi terpaksa.”
Terpaksa, ini maksudnya adalah kondisi dharuriyat atau kondisi hajiyat.
Dharuriyat adalah ketika sesuatu tidak kita lakukan atau tidak kita makan atau tidak ada pada diri kita, maka kita akan musnah, cacat, rusak, mati.
Hajiyat adalah ketika sesuatu tidak kita lakukan atau tidak kita makan atau tidak ada pada diri kita, maka kita tidak musnah, cacat, rusak, atau mati, tetapi kita mengalami kesulitan atau kesempitan.
Ketika kesulitan atau kesempitan sudah tidak ada lagi, maka kondisi terpaksa-nya tidak berlaku lagi, dianggap kondisi normal, berlaku hukum normal, tidak ada rukhshoh (keringanan).
Untuk menentukan kondisi terpaksa dalam ranah hajiyat atau dharuriyat, bergurulah pada ahlinya (ahli fikih), atau ikuti Fatwa dari Ulama Dewan (Fatwa MUI atau Fatwa DSN MUI).
Misalnya, Fatwa DSN MUI No. 28 tentang Al-Sharf jelas menuliskan bahwa transaksi forward itu haram, kecuali forward agreement (forward lil haajah), ada keperluan halal dan tidak spekulatif. Forward jenis ini contohnya, Pemerintah beli US Dollar atau Riyal Saudi dalam rangka biaya perjalanan haji, jauh hari (misalnya 6 bulan) sebelum keberangkatan jamaah calon haji. Ini contoh akad haram yang diperbolehkan karena pertimbangan hajiyat (belum sampai dharuriyat).
Hajiyat terkadang menempati posisi dharuriyat. Ini juga kaidah fikih.
Wallaahu a’lam.
Join WAG Ngaji Muamalah, klik: WAG Ngaji Muamalah
0 Comments