Jual Beli Online
Oleh: Ahmad Ifham Sholihin
Tanya:
“Syekh mau tanya mengenai jual beli via online seperti Lazada, Shopee dan lainya. Pertanyaanya:
- Boleh apa tidak?
- Sah apa tidak jual belinya?
- Termasuk gharar apa tidak?”
Jawab:
[1]
Jual beli online itu hukumnya boleh, selama tidak melakukan transaksi yang terlarang. Kalau ada dalil penguatnya, ini makin kuat.
[2] Sah atau tidak?
Transaksi bisnis, misalnya jual beli yang sah adalah ketika rukun dan syarat akadnya dapat dipenuhi.
Fathul qarib bilang:
والثاني من الاشياء بيع شيء موصوف في ذمة ويسمى هذا بالسلم فجاءز اذا وجدت الصفة على ما وصف به
Jenis jual beli kedua adalah jual beli sesuatu yang spesifik (ciri-ciri objek akadnya sudah disepakati, harganya disepakati,, penyerahannya sudah disepakati), ada dalam tanggungan (objek akadnya diserahkannya nanti alias belakangan), jual beli ini disebut jual beli salam. Hukumnya jaiz (boleh), ketika objek akadnya dapat diserahkan sesuai pesanan.
Pemenuhan rukun dan syarat pada jual beli online adalah, (1) ada penjual, (2) ada pembeli, (3) ada objek akad yang harus diserahkan sesuai pesanan, (4) ada harga yang disepakati, (5) ada ijab qabul (baik secara tertulis lugas, maupun sesuai urf/kebiasaan tijari/bisnis yang berlaku/lazim.
Terkait dengan penyerahan uang (harga) dalam akad jual beli online, ada perbedaan pendapat. Ada sebagian ulama yang mengharuskan pembayaran dalam jual beli online harus tunai (di awal), dengan penyerahan barangnya belakangan. Hal ini dituangkan juga di Fatwa DSN MUI No. 5 tentang Salam. Kalau tidak tunai, jadinya pertukaran (jual beli) utang dengan utang, yang itu dilarang berdasarkan larangan bay kali bi kali.
Tapi, ada juga ulama yang berpendapat boleh pembayaran tidak tunai untuk jual beli pesanan tidak tunai. Hal ini dituangkan juga di Fatwa DSN MUI No. 101 tentang Ijarah Maushufah fi Dzimmah.
Akhirnya ada jalan tengah, jika menggunakan diksi jual beli salam (atau dengan bahasa padanannya), maka pembayaran harus tunai di depan. Sedangkan jika mau dibolehkan tidak tunai, maka gunakan diksi Bay Maushuf fi Dzimmah atau Bay Manfa’ah (Ijarah) Maushufah fi Dzimmah (atau dengan bahasa padanannya).
Best practice-nya umumnya, pembayaran jual beli pesanan dengan media online ini diserahkan oleh konsumen di awal akad, uang ditahan dulu di marketplace, barang dikirim, setelah barang diterima oleh pembeli, ada informasi barang telah diterima (dengan asumsi pembeli ikhlas dengan kondisi barang), atau ketika sudah melewati waktu tertentu misalnya 2 hari (seperti khiyar syarat yang disepakati para pihak karena ada dalam syarat dan ketentuan). Selanjutnya uang baru diserahkan oleh marketplace kepada pembeli.
Dari sisi pembeli, uang dibayarkan di depan, dari sisi penjual, uang diterima kemudian (belakangan) setelah ada konfirmasi penerimaan barang.
Pada prinsipnya, jual beli online ini akan sah (selain pelaku ada, objek akad ada) adalah ketika pembeli ikhlas (mau) menerima barang yang dipesan. Andai pembeli menganggap barang tidak sesuai pesanan, ada pilihan minta retur atau pembeli mengikhkaskannya.
Jadi, akad jual beli pesanan itu sah menurut Syariah Islam.
[3]
Gharar adalah ketidakjelasan, ketidakpastian, ketiadaan, atau sesuatu yang belum ada.
Pada saat objek akad diakadkan beli, maka objek akad memang tidak ada di depan mata (di sisi) pembeli. Tapi ada klausul objek akad harus bisa diserahkan sesuai pesanan, mama jual beli ini sah, terhindar dari gharar kelas berat.
Ada hadits Shahih:
حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ ابْنِ أَبِي نَجِيحٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ كَثِيرٍ عَنْ أَبِي الْمِنْهَالِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَهُمْ يُسْلِفُونَ فِي الثِّمَارِ السَّنَتَيْنِ وَالثَّلَاثَ فَقَالَ أَسْلِفُوا فِي الثِّمَارِ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ إِلَى أَجَلٍ مَعْلُومٍ وَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْوَلِيدِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي نَجِيحٍ وَقَالَ فِي كَيْلٍ مَعْلُومٍ وَوَزْنٍ مَعْلُومٍ
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Ibnu Abi Najih dari ‘Abdullah bin Katsir dari Abu Al Minhal dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu’anhuma berkata, Ketika Rasulullah SAW tiba di Madinah orang-orang mempraktekkan jual beli buah-buahan dengan sistim salaf, yaitu membayar dimuka dan diterima barangnya setelah kurun waktu dua atau tiga tahun. Maka beliau bersabda, “Lakukanlah jual beli salaf pada buah-buahan dengan takaran sampai waktu yang diketahui (pasti).” Dan berkata ‘Abdullah bin Al Walid, telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi Najih dan berkata, “Dengan takaran dan timbangan yang diketahui (pasti).”
Jadi, jual beli pesanan via media offline maupun online itu halal oleh karena gharar di depan (pada saat akad) menjadi tidak gharar lagi ketika objek diserahkan sesuai pesanan.
Kalau jual beli pesanan, tapi objek akad yang diserahkan ternyata tidak sesuai pesanan menjadi sah pula, ketika pembelinya menerimanya.
Wallaahu a’lam
0 Comments